Friday, May 27, 2011

Selesaikan Tantrum Sejak Dini, Yuk!


Sinnai ... Sinnai ... Sinnai, sekarang usianya memasuki bulan ke 15, Ohh waktu cepat berlalu ya, rasanya baru kemarin aku mengandungnya. Sekarang Sinnai sudah mulai pintar, berjalan walau masih beberapa langkah, mengoceh ayah, teteh, eyang, meoh, ha ha ha lucu nya :). Banyak hal yang sangat mengagumkan dan lucu terjadi, bahkan kejadian yang jarang terjadi seperti tadi sore, aku di kagetkan dengan amukan dan tangisan Sinnai yang tidak biasa, awalnya aku melarangnya main di luar rumah karena melihat cuaca yang tidak bersahabat, karena dilarang jadi deh Sinnai nangis gak berhenti, di gendong gak mau, di peluk gak mau, yang ada terus menangis, aku hanya bisa terdiam dan berusaha merangkulnya walau gak berhasil menghentikan tangisannya, Sinnai terus menangis dan sepertinya sudah kecapeean, sampai akhirnya Ayahnya datang membujuk dan diajaknya main keluar alhamdulillah berhasil deh Sinnai gak nangis lagi :). Tangisan dan amukan itu terjadi kira kira 20 menit an, huft kasian Sinnai.

Penasaran juga kenapa Sinnai begitu, terus googling deh, cari tahu perilaku balita yang ngambek seperti itu apakah memang biasa atau ada faktor penyebab lainnya, alhamdulillah akhirnya nemu deh di webnya mommiesdaily.com  berikut artikelnya yang aku kutip semoga bermanfaat :

Orangtua yang (pernah) memiliki anak berusia 0-3 tahun tentunya tak asing dengan perilaku ngambek, menangis, menjerit, bahkan memukul saat permintaan atau keinginan anak tidak kita penuhi. Ini rupanya merupakan hal yang terbilang wajar karena pada usia tersebut, anak sedang berada pada proses mengenal dan belajar menghadapi kekecewaan. Kalau begitu, apa yang melatarbelakangi timbulnya luapan emosi tersebut dan bagaimana mengatasinya?

Berikut hasil dari seminar tantrum oleh Bapak Toge Aprilianto yang beberapa saat lalu saya dan sugarenspice ikuti.

Temper tantrum atau yang kerap disingkat ‘tantrum’ sebenarnya merupakan cetusan atau letupan emosi yang tampil dalam bentuk perilaku agresif tak terkendali. Tantrum biasanya muncul saat terjadi situasi yang secara emosi mengecewakan, misalnya saat anak gagal mendapat apa yang ia inginkan atau saat permintaan anak ditolak oleh orangtua. Letupan emosi saat berhadapan dengan situasi yang tak sesuai harapan ini dapat ditampilkan secara agresif terhadap orang lain (memaki, memukul, menendang, mengigit, menjerit, dsb) ataupun kepada diri sendiri (menyakiti diri sendiri). Selain itu, kekecewaan anak juga dapat ditampilkan secara pasif (menarik diri, ngambek, dll).

Tantrum dianggap berbahaya jika tampil dalam bentuk perilaku agresif baik menyakiti orang lain ataupun diri sendiri dimana tak jarang hal tersebut malah menimbulkan masalah baru akibat kerusakan yang dihasilkannya.
Latar belakang luapan emosi

Usia 0-3 tahun merupakan masa anak untuk berkenalan dan belajar menghadapi rasa kecewa saat apa yang ia kehendaki tak dapat terpenuhi. Rasa kecewa, marah, sedih dan sebagainya merupakan suatu rasa yang wajar dan natural. Namun kerapkali, tanpa disadari orang tua ‘menyumbat’ emosi yg anak rasakan. Misalnya saat anak menangis karena kecewa, orangtua dengan berbagai cara berusaha menghibur, mengalihkan perhatian, memarahi dsb demi menghentikan tangisan anak. Hal ini menurut sebenarnya membuat emosi anak tak tersalurkan dengan lepas. Jika hal ini berlangsung terus menerus, akibatnya timbullah yg disebut dengan tumpukan emosi. Tumpukan emosi inilah yg nantinya dapat meledak tak terkendali dan muncul sebagai temper tantrum.

Bagaimana mencegah?

Mengetahui bahwa emosi merupakan hal yg lumrah, kita sebagai orang tua disarankan agar memberi kesempatan kepada anak untuk menghayati dan merasakan kekecewaan, kesedihan, dan kemarahan mereka. Artinya, saat anak menangis kecewa atau merasa sedih kita hanya berperan untuk mendampingi, memeluk (jika dibutuhkan) dan menyatakan pengertian kita atas perasaan yang sedang anak rasakan tanpa memberikan intervensi apalagi berusaha menghentikan emosi tersebut. Kita juga dapat mengajarkan anak bentuk atau ekspresi emosi yang menurut kita (orang tua) dapat diterima, misalnya: boleh manangis, boleh berteriak dengan ditutup bantal, dll. Bentuk ini dapat kita tentukan sendiri sesuai dengan budaya dan kebiasaan masing-masing.

Mengatasi tantrum

Jika temper tantrum telah terlanjur muncul dalam bentuk perilaku yg membahayakan dan berpotensi menimbulkan kerusakan, maka tindakan intervensi harus segera dilakukan dan diharapkan tantrum ini sudah akan hilang sebelum anak berusia 3 tahun. Mengapa? Karena semakin besar anak, tenaga juga semakin kuat dan akan semakin sulit bagi orang tua untuk mengendalikan atau mencegah tingkah lakunya yang tak terkendali. Selain itu timbunan emosi ini juga dapat mengarah pada ‘kerusakan’ lain baik secara fisik ataupun bentuk perilaku berbohong, menyalahkan orang lain, menutup diri, merebut milik orang lain secara paksa dan sebagainya.

Langkah yg diambil saat tantrum terjadi:

  1. Pegang anak erat-erat (tangan dan kaki) hingga dia tak dapat memukul/menendang dan melakukan hal berbahaya lain. 
  2. Jangan ajak anak berkomunikasi hingga anak selesai dengn usahanya untuk memberontak (hal ini termasuk jangan berteriak untuk menyuruh anak berhenti).
  3. Dalam waktu 15-20 menit maka rata2 anak akan merasa letih dan berangsur tenang. Saat itulah anak dapat diajak berbicara.
  4. Jelaskan mengapa kita memegangnya erat2 dan mengapa kita tidak memenuhi permintaannya.
  5. Ajarkan anak bagaimana lain kali ia dapat menunjukkan kemarahannya.

Belajar memilih

Pada masa transisi dari masa ‘batita’ menjadi masa kanak2 (usia 3-6 tahun), penting bagi seorang anak untuk belajar mandiri/otonom sesuai dengan kapasitasnya. Kurangnya kesanggupan untuk mengatasi kekecewaan akan membuat anak senantiasa berbenturan dengan orang lain karena ia akan memaknai orang lain sebagai penyebab kesulitan atau ketidaknyamanan yang ia hadapi. Hal ini tentunya akan menyulitkan anak untuk berhubungan secara harmonis dengan orang lain karena akan senantiasa muncul tuntutan-tuntutan dari anak terhadap orang lain.
Hal ini dapat dihindarkan dengan cara mengajarkan anak sejak dini untuk memilih dan bernegosiasi. Tujuannya agar anak memahami bahwa tak semua keinginannya dapat terpenuhi dan bahwa pilihannyalah yang menentukan apa yang dapat ia peroleh dan apa yang tak dapat dia peroleh. Dengan demikian ia akan siap saat berhadapan dengan rasa kecewa saat salah satu keinginannya tak terpenuhi dan memahami bahwa hal tersebut merupakan akibat dari pilihan yang dibuatnya sendiri.

Contoh negosiasi:
Saat si A meminta mainan di toko, ajukan pilihan: beli mainan atau pergi ke Timezone?
Saat si A meminta menonton televisi, berikan syarat agar ia terlebih dahulu melakukan A, B, C dan kemudian dia akan diijinkan menonton televisi.
Tahapan mempelajari pilihan ini dimulai dari pilihan yg enak vs enak, enak vs tidak enak, hingga tidak enak vs tidak enak.
Well moms, semoga berguna ya. Saya juga lagi mencoba nih ….

*Dikirim oleh Ruf Lie, ibu dari Fausto (18 bulan) dan bayi usia 32 minggu didalam rahim
dikutip dari : http://mommiesdaily.com/2011/04/18/selesaikan-tantrum-sejak-dini-yuk/

Wednesday, May 18, 2011

Mendidik Anak Dengan Cinta dan Logika



Mendidik anak tidak mudah, Perlu kesabaran, tanggung jawab, tapi akan lebih mudah kalau mendidik dengan kasih sayang, dan penuh rasa ikhlas. Banyak hal yang yang sedang dipelajari mengenai pendidikan anak, secara pribadi kadang khawatir tidak memberikan yang terbaik untuk buah hati, tentunya saya ingin menjadi Bunda yang berhasil dalam mendidik anak.

Hasil pencarian ketemu deh  web nya mommiesdaily tentang mendidik anak, yang di ambil dari seminarnya supermoms yang di isi oleh Ibu Elly Risman Psikolog Yayasan kita dan Buah hati. di seminar tersebut Ibu Elly bercerita menganai Mendidik Anak Dengan Cinta dan Logika berikut isi nya :

Ada dua gaya mendidik populer Gaya Helikopter dan Gaya Sersan Pelatih. Keduanya tidak bagus untuk perkembangan anak.

Ciri ciri Gaya helikopter:
1.  Mengawasi anak terlalu berlebihan, menganggap anak seperti raja yang tidak boleh “disenggol” sedikitpun
2.   Tiada hari tanpa perlindungan, anak menemui kesulitan sedikit saja … bantuan langsung datang dan orangtua sangat tidak tegaan

Akibat gaya helikopter jika terbawa sampai anak besar: nyogok sekolah terbaik, mencarikan kerja untuk anak, anak berkemah ditengokin
Biasanya helicopter parents selalu berdalih ingin memberikan yang terbaik untuk anak. Padahal yang terbaik itu bukan diwujudkan dengan  membelikan feeding set, stroller, atau barang-barang termahal

Ciri ciri Gaya sersan pelatih:
  1. Selalu mengatur,
  2. Anak tidak diberi kesempatan untuk berpikir karena semuanya sudah diputuskan orangtua

Gaya sersan pelatih dan helikopter mungkin terlihat bekerja dengan baik ketika anak masih kecil, tapi akan bermasalah di kemudian hari
Banyak orangtua yang menerapkan dua pola asuh tersebut atas nama cinta. Padahal parenting itu bukan untuk jangka pendek, harus pikirkan dampak jangka panjangnya

Anak = pinjaman, dititipkan Tuhan untuk kebahagiaan, kesenangan, dan juga ujian kita. Jadi harus kita yang mengasuh secara total, bukan “diekspor”.
Sekarang banyak orangtua mengalihkan tugas pengasuhan ke orang lain, dari mulai babysitter, nenek, guru di sekolah sampai guru mengaji.

Pengasuhan yang efektif: 

  1. Cinta yang tidak permisif (semua boleh), cinta yang kuat untuk membiarkan anak berbuat salah dan menjalani konsekuensi
  2. Cinta yang tidak mentolerir tingkah laku yang tidak terpuji.
Kalau anak menangis karena mainan direbut temannya, jangan dialihkan dengan memberi mainan lain karena itu mengajarkan anak untuk menghindari masalah
Sebaiknya anak yang merebut diharuskan untuk mengembalikan mainannya. Anak kita perlu diajarkan untuk mempertahankan haknya.
Masalah besar orangtua sekarang dengan anak mulai umur 7 tahun: tidak bertanggung jawab, manja, pemalas, dan melawan karena kecilnya salah asuh
Kalau anak mau memakai baju yang tidak pas padu padannya kita selalu menyuruhnya ganti karena kita malu pada orang lain. Padahal parenting is never about us.
Peduli dengan anak bukan berarti melindungi dari semua kesalahan dalam proses berkembang. Kesalahan adalah kesempatan untuk belajar

Tanggung jawab tidak diajarkan tapi harus di-CONTOH-kan. Kalau mengharuskan anak membereskan mainannya, kita contohkan dengan membereskan barang atau bekas masak sendiri. Tanggung jawab membutuhkan kesempatan. Kalau semuanya disediakan dan terlalu mudah, kapan anak akan mendapat kesempatan untuk belajar tanggung jawab?
Berikan anak pilihan dan batasan dari sedini mungkin. Proses pengambilan keputusan adalah momen yang sangat berharga

Anak harus dicontohkan beberapa macam tanggung jawab. Terhadap Tuhan, diri sendiri, keluarga, alam, dan masyarakat. Anak yang bertanggung jawab akan tumbuh harga dirinya, lebih percaya diri, berprestasi, mandiri, dan mengerti konsekuensi
Contoh kecil: kita dapat mengajak anak untuk memilih sendiri menu sarapannya untuk besok, biarkan mereka memiliki kontrol

Anak belajar dari apa yang dia lihat, dengar, dan rasakan
Tiga kaki konsep diri yang baik: merasa dicintai sekitar, yakin punya kemampuan dan merasa mampu mengontrol hidup sendiri. Jangan mengambil alih proses pembelajaran anak seperti mengancingkan bajunya, menalikan sepatunya supaya cepat selesai. Kasihan harga dirinya nanti ketika sudah TK atau SD tapi belum bisa mengancingkan bajunya sendiri. Biarkan anak melakukan kesalahan asal tidak berbahaya, tekankan kekuatan yang dimilikinya, hindari mengkritik, dan melindungi. Bermusyawarahlah dengan anak, kalau anak melakukan kesalahan jangan dihancurkan lagi harga dirinya

Dalam rangka memperbaiki gaya pengasuhan kita:

  1. Tutup AIB anak! Jangan suka mengeluh atau menjelekkan anak di media sosial. Kita nggak mau kan nanti dijelekkin mereka ke teman-temannya?
  2. Buat prioritas, mana yang didahulukan, tetapkan target untuk diri sendiri, dan berikan target yang realistis untuk anak
  3. Belajar untuk berkomunikasi dengan lebih baik, lengkapi diri, siapkan mental, dan selalu sediakan waktu (jangan tergesa-gesa)
  4. It takes a village to raise a kid. Tularkan gaya pengasuhan yang kita mau ke pengasuh, kakek nenek, om tante, dan bahkan tetangga
  5. TV tidak memberikan imajinasi karena TV itu kongkret ada visual dan audio. Buku memberikan imajinasi tak terbatas
Mudah-mudahan berguna ya, Mommies :)

sumber : http://mommiesdaily.com/2011/03/16/teknik-komunikasi-dengan-anak/
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...